Rabu, 13 Agustus 2008

Masalah Perburuhan yang harus segera kita selesaikan

Kalau kita ingin ada ketenangan kerja dan ketentraman usaha di Indonesia, antara lain ada masalah perburuhan yang harus segera kita selesaikan. (Materi ini saya kutip dari buku terbaru terbitan PB. GASBIINDO berjudul “ Agus Sudono dalam Kancah Politik “ ) mudah mudahan menjadi masukan untuk menyelesaikan masalah perburuhan yang masih saja berkepanjangan walau beberapa hari lagi negara kita akan berusia 63 tahun, dirgayahu Republik Indonesia, yaitu:

1. Masalah buruh kontrak. Masalah ini hendaknya pemerintah tegas, yaitu buruh kontrak hanya diperbolehkan di perusahaan‑perusahaan yang sifatnya sementara (tidak permanen). Karena menurut Undang‑undang Ketenagakerjaan RI No. 13 Tahun 2003, buruh setelah diterima bekerja di suatu perusahaan, menjalani masa percobaan hanya 3 bulan, setelah itu menjadi buruh tetap. Apabila sistem buruh kontrak ini dibenarkan di perusahaan-perusahaan permanen seperti hotel, pabrik, bank, dan lain‑lain maka para buruh tersebut tidak mempunyal jaminan sosial kalau diberhentikan dari pekerjaannya. Jangankan memenuhi kebutuhan pokoknya (cukup makan, pakaian, perumahan, kesehatan, dan pendidikan), buruh kontrak itu punya rumah saja tidak mungkin karena bank‑bank tidak mau menjamin dan meminjami uang untuk membeli rumah kepada mereka. Jadi, punya rumah saja tidak bisa, lalu kebutuhan lainnya bagaimana? Nasib isteri dan anak‑anaknya bagaimana? Kalau sistem buruh kontrak ini dteruskan maka sama saja dengan sistem perbudakan terselubung.
Memang buruh kontrak di perusahaan‑perusahaan yang tidak permanen (seperti proyek jembatan, proyek pernbangunan perumahan) itu dibolehkan oleh undang‑undang peninggalan Belanda dulu.

2. Sampai sekarang UU No. 2 Tahun 2004 tentang PPHI mengenai Penyelesaian Perselisihan Perburuhan belum diganti dengan yang baru, akibatnya sering terjadi protes, permogokan, dan lain‑lain.
Kalau hal ini berjalan terus maka akibatnya pengusaha asing takut masuk ke Indonesia, oleh sebab itu undang‑undang ini perlu segera diganti dengan undang‑undang yang baru, yang labih adil dan benar, baik untuk kaum buruh maupun bagi para pengusaha. Saya sangat khawatir apabila kedua undang-undang ( UU tentang Buruh Kontrak dan UU tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan ) itu tidak segera diselesaikan secara tuntas, maka gejolak perburuhan akan terus ada dan dapat menimbulkan gejolak dan kerawanan sosial. Akibatnya dapat menimbulkan berkurangnya pertumbuhan ekonomi, bertambahya kemiskinan dan pengangguran.

3. Setiap negara mempunyai hubungan perburuhan/ hubungan industrial yang khas sesuai dengan karakter dan budaya bangsa tersebut. Di Indonesia pada tahun 1974 telah dihasilkan hubungan perburuhan yang cocok. dengan kepribadian dan budaya bangsa Indonesia yaitu Hubungan Perburuhan Pancasila. Ini adalah hasil seminar selama satu minggu yang dihadiri oleh wakil pemerintah dan wakil buruh, serta wakil cendikiawan dari l0 universitas terbaik di Indonesia. Seminar tersebut dibuka oleh Presiden RI. Sayang, pelaksanaannya masih sangat minim dan point‑point dalam Hubungan Industrial Pancasila tidak dijabarkan dalam perundangan yang konkrit. Akibatnya pelaksanaan hubungan perburuhan di Indonesia masih seperti sekarang ini, selalu mengalami gejolak.

4. Untuk mengatasi masalah pengangguran yang jumlahnya tiap tahun makin membesar, di mana sekarang penganggur penuh sudah l0 juta orang dan setengah menganggur (orang yang bekerja seminggu kurang dari 35 jam) sudah mencapai angka lebih kurang 40 juta orang. Untuk mengatasi masalah tersebut, seluruh bangsa ini, baik itu unsur pemerintah, unsur pengusaha, unsur buruh maupun masyarakat pada umumnya dituntut untuk memperhatikannya secara serius, sebab kalau tidak, akan dapat merupakan ancaman bagi stabilitas sosial di Indonesia.
Untuk itu diperlukan adanya perencanaan kebijakan ketenagakerjaan nasional ( National Manpower Planning Policy ) dan perencanaan kebijakan ketenagakerjaan secara regional ( Regional Manpower Planning Policy ). Ini diperlukan kerjasama, sinkronisasi dan koordinasi antar seluruh departemen, khususnya perencanaan dari departemen yang menghasilkan kesempatan kerja dan departemen yang menghasilkan tenaga kerja.

Kalau di tiap Kabupaten/Kotamadya sudah ada Regional Manpower Planning Policy yang terperinci dan baik, maka selanjutnya ditingkatkan ke atas menjadi bahan penyusunan National Manpower Planning Policy.

Dalam memperingati hari Kebangkitan Nasional yang ke‑l00 tahun, saya ingin mengajak seluruh bangsa Indonesia, marilah kita tetap menjaga kekompakan, persatuan, dan kesatuan nasional.

Saya yakin bangsa Indonesia dapat menghadapi tantangan dan mengatasi segala macam krisis apabila seluruh pemimpin mempunyai sifat kenegarawanan, dari yang paling atas sampai yang paling bawah, jujur, adil, sederhana, dan menjadi suri teladan serta memikirkan dan berusaha meningkatkan kesejahteraan rakyat, terutarna terpenuhi 6 (enam) kebutuhan pokok (makanan, pakaian, perumahan, kesehatan, pendidikan, dan kesempatan kerja) demi kesejahateraan seluruh rakyat Indonesia.

PB. GASBIINDO
Jl. Tebet Barat Dalam Raya No. 15 Jakarta Selatan
Telp. 021-8290289
www.gasbiindo.org

1 komentar:

ARYAMENGGALA mengatakan...

Penyebab jelas, jalan penyelesaian juga jelas. Yang perlu sekarang tindakan penyelesaian. Yang namanya buruh sejak jaman kompeni sudah jadi orang terpinggirkan. Sebetulnya dengan adanya kemerdekaan seharusnya buruh bisa berada sederajat dengan pengusaha. Kenyataan sekarang selain sudah terpinggirkan malah disederajatkan dengan mesin oleh pengusaha kapitalis yang melulu memikirkan keuntungan pribadi, tidak memikirkan buruh, apalagi negara tercinta ini. Wassalam